Program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) | SDN Ciwangi Purwakarta
..:: Selamat Datang Peserta Didik Baru Di Sekolah TASBIH (Taqwa, Aman, Santun, Bersih, Indah, Hijau) ::..

Program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK)

Bangsa besar adalah bangsa yang memiliki karakter kuat berdampingan dengan kompetensi yang tinggi, yang tumbuhkembang dari pendidikan menyenangkan dan lingkungan yang menerapkan nilai-nilai baik dalam seluruh sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Hanya dengan karakter yang kuat dan kompetensi yang tinggilah jati diri bangsa menjadi kokoh, kolaborasi dan daya saing bangsa meningkat sehingga mampu menjawab berbagai tantangan era abad 21. Untuk itu, pendidikan nasional harus berfokus pada penguatan karakter di samping pembentukan kompetensi.

Karakter adalah watak, perilaku dan budi pekerti yang menjadi ruh dalam pendidikan. Dengan demikian diperlukan suatu gerakan untuk melakukan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) melalui harmonisasi olah hati (etik), olah rasa (estetik), olah pikir (literasi), dan olah raga (kinestetik). PPK memiliki skema kerja sama antara sekolah, keluarga, dan masyarakat dengan dukungan pelibatan publik,

Gerakan PPK bukanlah suatu kebijakan baru sama sekali karena sejak tahun 2010 pendidikan karakter di sekolah sudah menjadi gerakan nasional. Satuan pendidikan menjadi sarana strategis bagi pembentukan karakter bangsa karena memiliki sistem, infrastruktur, dan dukungan ekosistem pendidikan yang tersebar di seluruh Indonesia, mulai dari perkotaan sampai pedesaan. Sudah banyak praktik baik yang dikembangkan sekolah, namun masih banyak pekerjaan rumah yang harus dituntaskan untuk memastikan agar proses pembudayaan nilai-nilai karakter berjalan dan berkesinambungan. Selain itu, sangat diperlukan kebijakan yang lebih komprehensif dan bertumpu pada kearifan lokal untuk menjawab tantangan zaman yang makin kompleks, mulai dari persoalan yang mengancam keutuhan dan masa depan bangsa sampai kepada persaingan global. Kebijakan ini akan menjadi dasar bagi perumusan langkah-langkah yang lebih konkret agar penyemaian dan pembudayaan nilai-nilai utama pembentukan karakter bangsa dapat dilakukan secara efektif dan menyeluruh.

Penataan kembali atau transformasi pendidikan nasional Indonesia tersebut dapat dimulai dengan menempatkan kembali karakter sebagai ruh atau dimensi terdalam pendidikan nasional berdampingan dengan intelektualitas yang tercermin dalam kompetensi. Dengan karakter yang kuat-tanggung beserta kompetensi yang tinggi, yang dihasilkan oleh pendidikan yang baik, pelbagai kebutuhan, tantangan, dan tuntutan baru yang disebut di atas dapat dipenuhi atau diatasi. Oleh karena itu, selain pengembangan intelektualitas, pengembangan karakter peserta didik sangatlah penting atau utama dalam sistem pendidikan nasional Indonesia. Dikatakan demikian karena pada dasarnya pendidikan bertujuan mengembangkan potensi-potensi intelektual dan karakter peserta didik. Hal ini telah ditandaskan oleh berbagai pemikiran tentang pendidikan dan berbagai peraturan perundang-undangan tentang pendidikan.

Sebagai contoh, beberapa puluh tahun lalu Ki Hadjar Dewantara, bapak pendidikan Indonesia, telah menandaskan secara eksplisit bahwa “Pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelec) dan tubuh anak. Bagian-bagian itu tidak boleh dipisahkan agar kita dapat memajukan kesempurnaan hidup anak-anak kita” (Karya Ki Hadjar Dewantara Buku I: Pendidikan). Demikian juga laporan Delors untuk pendidikan Abad XXI, sebagaimana tercantum dalam buku Pembelajaran: Harta Karun di Dalamnya, menegaskan bahwa pendidikan Abad XXI bersandar pada lima tiang pembelajaran sejagat (five pillar of learning), yaitu learning to know, learning to do, learning to live together, dan learning to be serta learning to transform for oneself and society.

Baca Juga: Branding Sekolah

Dalam pada itu, dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah ditegaskan bahwa “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Selanjutnya, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional juga terpapar secara tersurat berbagai kompetensi yang bersangkutan dengan karakter di samping intelektualitas.

Hal tersebut menandakan bahwa sesungguhnya pendidikan bertugas mengembangkan karakter sekaligus intelektualitas berupa kompetensi peserta didik. Sehubungan dengan itu, penyelenggaraan pendidikan nasional terutama pendidikan dasar dan menengah dapat dikatakan sudah berada pada jalur yang tepat, on the track, karena telah mendidikkan karakter sekaligus membentuk intelektualitas berupa kompetensi. Meskipun demikian, proporsi pendidikan karakter dengan pendidikan intelektual belum berimbang akibat berbagai faktor. Usaha penyeimbangan pendidikan karakter dengan pembentukan kompetensi senantiasa harus dilakukan. Demi kepentingan masa depan bangsa Indonesia, bahkan sejak sekarang perlu dilakukan pemusatan (centering) pendidikan karakter dalam penyelenggaraan pendidikan nasional Indonesia. Kesadaran sekaligus usaha pemusatan pendidikan karakter di jantung pendidikan nasional semakin kuat ketika pada tahun 2010 pemerintah Indonesia mencanangkan sekaligus melaksanakan kebijakan Gerakan Nasional Pendidikan Karakter berlandaskan Rencana Aksi Nasional (RAN) Pendidikan Karakter Bangsa.

Hal tersebut perlu dilanjutkan, dioptimalkan, diperdalam, dan bahkan diperluas sehingga diperlukan penguatan pendidikan karakter bangsa. Untuk itu, sejak sekarang perlu dilaksanakan Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) dengan mengindahkan asas keberlanjutan dan kesinambungan.

Gerakan PPK menempati kedudukan fundamental dan strategis pada saat pemerintah mencanangkan revolusi karakter bangsa sebagaimana tertuang dalam Nawacita (Nawacita 8), menggelorakan Gerakan Nasional Revolusi Mental, dan menerbitkan RPJMN 2014 -2019 berlandaskan Nawacita. Sebab itu, Gerakan PPK dapat dimaknai sebagai pengejawantahan Gerakan Revolusi Mental sekaligus bagian integral Nawacita.

Sebagai pengejawantahan Gerakan Nasional Revolusi Mental sekaligus bagian integral Nawacita, Gerakan PPK menempatkan pendidikan karakter sebagai dimensi terdalam atau jantung-hati (heart) pendidikan nasional sehingga pendidikan karakter menjadi poros pelaksanaan pendidikan dasar dan menengah. Lebih lanjut, Gerakan PPK perlu mengintegrasikan, memperdalam, memperluas, dan sekaligus menyelaraskan berbagai program dan kegiatan pendidikan karakter yang sudah dilaksanakan sampai sekarang.

Dalam hubungan ini pengintegrasian dapat berupa pemaduan kegiatan kelas, luar kelas di sekolah, dan luar sekolah (masyarakat/komunitas); pemaduan kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler; pelibatan secara serempak warga sekolah, keluarga, dan masyarakat; perdalaman dan perluasan dapat berupa penambahan dan pengintensifan kegiatan-kegiatan yang berorientasi pada pengebangan karakter siswa, penambahan dan pemajangan kegiatan belajar siswa, dan pengaturan ulang waktu belajar siswa di sekolah atau luar sekolah; kemudian penyelerasan dapat berupa penyesuaian tugas pokok guru, Manajemen Berbasis Sekolah, dan fungsi Komite Sekolah dengan kebutuhan Gerakan PPK. Baik pada masa sekarang maupun masa akan datang, pengintegrasian, pendalaman, perluasan, dan penyelarasan program dan kegiatan pendidikan karakter tersebut perlu diabdikan untuk mewujudkan revolusi mental atau revolusi karakter bangsa. Dengan demikian, Gerakan PPK merupakan jalan perwujudan Nawacita dan Gerakan Revolusi Mental di samping menjadi poros kegiatan pendidikan yang berujung pada terciptanya revolusi karakter bangsa.

Download:

Masukkan E-Mail Anda: